Di awal masa perkuliahan saya di salah satu kampus terbaik di negeri ini, Universitas Indonesia, Depok, lelaki gagah itu yang selalu mengantarku, dan menjemputku dari asrama untuk kembali pulang ke rumah.
Tiap malam hari di akhir pekan menjemputku, dia selalu menanyakan, "uda makan? makan dulu ya!" dan tiap kali aku pun menggeleng menandakan belum makan, dia pun kembali bertanya, "mau makan apa?". Tiap aku mengatakan, "terserah", dia kembali berkata, "mbak isa maunya apa?". Dengan sabar, ia menuruti kemauanku.
Dia tidak pernah sekalipun memanjakan saya tanpa alasan! Dia selalu mengajarkan saya tentang kemandirian dan bagaimana hidup ini harus kita jalani.
Sejak kecil saya didik bahwa untuk mendapatkan sesuatu, kita harus berusaha! Ketika saya ingin memiliki sebuah sepeda, orang tua saya memberikan syarat untuk menghapal Al-Fatihah dan artinya. Mungkin di masa sekarang, yang notabene TPA ada dimana-mana, dan lain sebagainya, itu hal mudah. Tapi ketika itu saya masih anak kecil berusia 4tahun yang hanya mengaji sebagai "anak bawang" di sebuah mushollah kecil di kompleks rumah saya.
Rutinitas antar-jemput itu pun berlangsung tidak lebih dari 1 semester perkuliahan saya! Ketika saya sudah bisa naik angkutan umum, dan meminta di-antar, lelaki itu bilang, "kan uda bisa naik angkot sendiri!" kalimat itu tidak menyakitkan, karena itu adalah sebuah pembelajaran bahwa saya tidak boleh memanjakan diri walaupun ada fasilitas antar-jemput yang ditawarkan! Karena, lelaki itu pun masih cukup sering meng-antar-jemput saya, ketika kondisinya memungkinkan untuk antar-jemput! :) yaa... karena dia adalah body-guard sejati saya!
Yaa... lelaki itu adalah Bapak saya!
Banyak alasan-alasan sangat detil yang diberikannya secara tersirat ketika melakukan sesuatu.
Ketika akhirnya hanya pilihan CS1 atau Tiger untuk menemani rutinitas saya!
Tanya, "kenapa hanya motor cowok padahal saya adalah seorang cewek?"
Alasannya singkat, demi keamanan saya! see?? what the reasons deeply?
Hingga akhirnya di suatu malam, ketika saya minta dijemput di per-empat-an Cileungsi seperti biasa saat saya memilih untuk naik angkutan umum sebagai media transportasi, Bapak dengan sigap merespon SMS saya dengan langsung menelepon saya dan menyampaikan untuk mengirim SMS jika sudah hampir sampai.
Malam pun kian larut, jam di HP saya menunjukkan pukul 08.32PM ketika saya tiba di bawah jalan layang per-empat-an Cileungsi. Di tempat biasa saya menunggu Bapak, ada seorang lelaki bertampang sangar mendekati saya sebelum akhirnya Bapak datang dengan gagahnya dan saya pun langsung duduk di bangku penumpang si Revo hitam.
Biasanya Bapak langsung menanyakan apakah saya sudah makan atau belum, namun berbeda dengan malam itu! "Orang tadi ga ngapa-ngapain mbak isa kan?", dengan suara agak parau Bapak menanyakan itu penuh cemas dan memastikan putri sulung-nya baik-baik saja dan telah aman.
Saya pun menenangkannya, "Nggak kok! Isa juga ga ngomong apa-apa ama dia! Tenang aja!", kataku tak lupa menyunggingkan senyuman walaupun aku tahu Bapak tidak akan melihatnya.
Sedikit obrolan yang terjadi malam itu.
Dari sana, terlihat sekali kekhawatiran Bapak dan segudang alasan marah yang tak pernah ia tunjukkan secara langsung, tapi selalu kurasakan auranya dan aku pun belajar banyak untuk menterjemahkan segala hal yang tidak tampak jelas...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan buat curcol Anda tentang postingan ini :)
terima kasih atas komentarnya
riza