Pages

Titik Balik seorang Riza (?)

Saya hanyalah pemimpi! 
Bisa jadi seruan itu benar adanya. 




Saya seringkali bermimpi, berangan-angan, tanpa peduli memikirkan bagaimana merealisasikannya atau berusaha keras untuk merealisasikannya. Ya, saya bukanlah seorang pekerja keras yang tangguh luar-dalam. 

Banyak orang mengira saya adalah seorang yang kuat dan tangguh, orang yang selalu antusias dalam mengejar mimpi-mimpinya. Padahal toh saya tidak pernah 'ngoyo' dalam melakukan sesuatu dalam hidup saya. Boleh dibilang saya selalu bersikap nothing too loose dan let it flow dalam menjalani hidup ini. Tapi bukan berarti saya adalah orang yang 'nerimoan'. Saya tetap berusaha untuk melakukan yang terbaik. Hanya saja saya berusaha untuk mengikhlaskan dan pasrah atas hasil yang saya terima. Mbah saya sering mengingatkan akan hal ini, katanya "ya biar ndak stress, kalo semuanya dipikirin mau jadi apa? Ndak bersyukur itu namanya!".
Apa berarti saya tidak belajar kalau semuanya mengalir begitu saja seperti air sungai? Menyesal di akhir?
Tentu saja tidak. Bagi saya itu bukan penyesalan jikalau kita mau terus berpikir untuk memperbaikinya atau kembali ke jalan yang lurus setelah melenceng dari yang seharusnya.

Sampai akhirnya jalan hidup ini mengantarkan saya pada status sebagai seorang mahasiswi pascasarjana yang (katanya) bonafide di tengah ibu kota Jakarta. Berbekal beasiswa dari kampus elit itu, tidak terasa sudah hampir 4 bulan saya lebih banyak belajar tentang diri saya sendiri yang ternyata sangat jauh dari yang saya kenal selama ini.

Mata ajaran "kepemimpinan diri, kelompok, dan komunitas" memberikan saya kesempatan lebih jauh mengenal dan mengembangkan diri saya menjadi pribadi yang lebih baik dan lebih terencana dalam mengambil keputusan atau bahkan bermimpi lebih banyak lagi. Toh mimpi itu gratis, jadi wajar saja jika saya (dan banyak orang) mempunyai mimpi yang bahkan nyaris tidak rasional. :)

Beberapa waktu lalu saya mendapatkan tugas individu untuk membuat "action plan". Ini bukan lah hal yang asing bagi saya yang sudah membuat blue print hidup sejak di kampus biru dulu. Namun kali ini saya dituntut untuk berpikir lebih realistis. malu sama umur, Za! :-D

Di PPM (ya itu lah kampus saya saat ini), ada 4 soft competencies yang menjadi dasar kompetensi bagi setiap individu, khususnya para warganya. Yaitu self confidence, relationship building, team leadership, dan passion for growth.

Saya merasa 4 kompetensi tersebut sudah melekat kuat dalam diri saya. Kesombongan ini membuat saya kebingungan ketika membuat action plan untuk memilih 2 kompetensi yang harus saya kembangkan. Namun disana saya lebih mengenal sisi lain yang selama ini saya nafikkan dalam diri saya, yaitu egois dan ambisius. Ya, ternyata selama ini saya adalah sosok yang berorientasi pada prestasi/pencapaian diri saya (seorang).

Terkait self confidence, boleh jadi saya adalah orang yang memiliki tingkat kepercayaan diri yang tinggi. Saya selalu abai terhadap apa kata orang lain selama saya merasa diri saya (dan apa yang saya yakini) benar. Tingkat PD yang tinggi kemudian saya yakini menjadi faktor penerimaan di lingkungan pertemanan dan organisasi saya selama ini. Saya dengan mudah membangun hubungan dengan orang lain dan berjejaring untuk melakukan suatu kegiatan (khususnya kegiatan sosial). Tidak hanya dalam suatu organisasi, namun juga lingkungan 'teman main'. Bagi saya, "bukan dunia ini yang sempit, namun pergaulan kita yang luas" :-) #sikasik 
Ego dan ambisi saya yang (hanya) berorientasi pada prestasi (diri sendiri) tanpa saya sadari membuat kontrol emosi saya tidak stabil. Padahal saat ini usia saya sudah memasuki seperempat abad kedua :'(
Padahal jika dilihat dari berbagai pengalaman organisasi selama ini, tidak perlu dipertanyakan lagi soal people management. Bisa jadi saya handal dalam melakukan lobbying ataupun mempengaruhi orang lain, saya mampu memimpin organisasi, namun kenyataannya saya belum mampu melahirkan pemimpin baru. Prestasi yang boleh saya banggakan (lagi-lagi sombong) adalah ketika di tahun 2012 silam ada seorang staff saya yang kemudian menggantikan saya di periode selanjutnya. Tapi ini bukan berarti pencapaian besar saya dalam konteks "melahirkan pemimpin baru", karena dia memang orang yang dari awal capable dan memang bersedia memimpin kelompok itu. Saya hanya menyiramkan bensin pada api yang memang sudah menyala, tidak memantik api di tengah badai. :-)

Awalnya saya menuliskan "passion for growth di bidang bisnis" untuk membantu saya merintis (kembali) usaha sebagai 'dasterpreneur' kelak. Namun saat sharing session akhirnya saya menemukan hal-hal kecil yang harusnya saya perbaiki terlebih dahulu. Yaitu:

Relationship Building
Kemampuan untuk mengendalikan emosi dan lebih peka pada sekeliling (berempati)

Passion for Growth
Kemampuan untuk mengembangkan tingkat kedisiplinan waktu dan tidak menunda-nunda pekerjaan


Daaaaan.....
Mengaktifkan kembali blog ini adalah salah satu evidence saya, semoga bisa istiqomah :-D

SEMANGAT!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan buat curcol Anda tentang postingan ini :)

terima kasih atas komentarnya
riza