Pages

SJSN, BPJS, dan Nasrullah

Salam,
Rekan2 setanah air...
Beberapa waktu lalu, kita sebagai mahasiswa mungkin bangga mengenakan almamater bersejarah masing2, berteriak, tak pedulikan panasnya matahari, demi satu hal, SAHKAN RUU BPJS!
Saat ini?
UU BPJS itu telah legal.
Memang baru beberapa hari lalu, beberapa di antara kita bangga, bahkan mungkin celotehan ringan khas anak muda pun keluar, “sebagai bukti untuk anak cucu kita nanti”. J
Jaminan Sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.
Ya, itu definisi dasar berdasarkan UU SJSN yang telah disahkan di tahun 2004, jauh sebelum pro dan kontra pengesahan UU BPJS yang merupakan amanah konstitusi dari UU SJSN tersebut.
Pertanyaannya sekarang, pada definisi jaminan sosial di atas, Seperti apakah kebutuhan dasar hidup yang layak? Saya bukanlah ahli hukum yang mengerti banyak tentang perundang-undangan. Saya hanyalah seorang calon engineer, yang bagaimanapun mungkin terlalu banyak menganalisa, tetapi harus berakhir pada kesimpulan untuk mengimplementasikan atau tidak. Ya, kesimpulan terakhir ada pada hasil akhir dari apa yang dianalisa.
Okelah, saya tidak perlu banyak bicara tentang itu.
Kembali pada persoalan jaminan sosial.
Disini saya hanya akan menitikberatkan pada kesehatan.
Ya, kesehatan! Pendidikan yang seharusnya menjadi solusi dasar dari segala macam persoalan bangsa akan saya bahas pada tulisan saya selanjutnya.

.KESEHATAN.

Beberapa waktu lalu, setelah keluar hasil Magnetic Resonance Imaging (MRI) scan ibu saya, saya tidak mengerti apa yang ada di selembar kertas putih itu. Semua berbahasa medis. Hingga akhirnya memaksa saya untuk menanyakan pada ahlinya. Bukan tentang hasil ini yang akan saya bahas. Tapi, MASALAH BIAYA.
Sempat berbincang banyak dengan ibu saya, “kalau bapak misalnya ga mampu bawa ibu ke rumah sakit, periksa ini itu, operasi, beli obat, dsb... gimana kondisi ibu ya sekarang?”.
Saya hanya mengulang pertanyaan itu dalam hati, “gimana nasib orang yang tak mampu ya jika mengalami hal ini? Atau mengalami hal lebih parah dari ini?”. Pertanyaan ini terlontar bukan karena keluarga saya berlebihan secara materi, namun memang untuk saat ini bisa dikatakan sebatas cukup, walaupun saya tahu, bapak saya bekerja ekstra beberapa tahun terakhir ini untuk saya dan adik saya, dan saat ini untuk ibu saya tentunya.
Pertanyaan yang saya sendiri tak sanggup menjawabnya. Tamparan bagi saya untuk segera menyelesaikan “beban” ini. Seperti akhir tahun lalu, ketika saya harusnya sudah menguatkan azzam untuk menuntaskannya segera. Aaaah... sudahlah, itu yang lalu!
Malam ini, kembali pertanyaan itu memenuhi pikiran saya. Ketika saya yang semula hanya ingin mencari informasi tentang banjir di ibu kota. Namun, yang saya dapatkan lebih dari sekedar mengiris perasaan saya.

------------------------------------------------------------------------------
Namanya Muhammad Nasrullah, bocah berusia 1,5 tahun dari keluarga kurang mampu menderita retinoblastoma (tumor ganas yang berasal dari retina). Pekerjaan orang tua Nasrullah adalah berjualan ikan dari kampung ke kampung, terkadang bahkan tidak berjualan dikarenakan barang dagangannya tidak ada. Nasrullah hanya bisa dirawat di rumah, karena tak mampu untuk membayar biaya rumah sakit. Walaupun (menurut informasi) biaya operasinya gratis, namun uang untuk menebus obatnya tidak ada.
Astaghfirullah...
Hati ini pilu, “Rabb, peluklah adikku ini selalu dalam belaian kasih sayang-Mu, jaga pula ibu hamba yang mungkin sedikit lebih beruntung darinya, bagaimanapun kami hanyalah hamba-Mu yang lemah tak berdaya”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan buat curcol Anda tentang postingan ini :)

terima kasih atas komentarnya
riza